Info Budaya - Ribuan warga Bantul dan sekitarnya menyaksikan Kirab Bedhol Projo Mataram Islam Kerta yang berlangsung Minggu, (27/10/2019). Acara ini merupakan puncak dari Gelar Budaya Mataram yang berlangsung sejak awal Oktober lalu.
Kirab budaya mengambil start dari Pendapa Kelurahan Pleret sebagai simbol keraton Kerta dan finish di Lapangan Sultan Agung Bantul. Kirab Budaya ini dilepas oleh Bupati Bantul, Suharsono serta segenap muspika baik dari camat juga kepala desa Pleret dan 4 desa lainnya di kecamatan Pleret.
Rangkaian kirab sendiri dimulai dengan teatrikal Perintah Sinuwun Amangkurat untuk bedhol Praja dari Istana Kerta ke Pleret sampai dengan Pisowanan agung di kraton Pleret. Kirab dengan sentuhan teatrikal ini disutradarai oleh Nano Asmarandana, penggiat budaya kenamaan Yogyakarta.
Ketua Panitia Atikawati Sutoyo mengatakan menyimak sejarahnya, Perpindahan pusat pemerintahan Kraton Mataram dari Kerta ke Pleret tercatat tahun 1643.
Pembangunan Kraton Pleret memakan waktu cukup lama. Dimulai setelah pindah dari Kerta kira-kira butuh waktu sekitar 6-7 tahun. Pleret sebenarnya merupakan kraton yang unik karena sekelilingnya berupa air. Bila mau masuk kraton harus melalui jembatan. Pleret berasal dari kata Paleret yang artinya tanggul air dengan dasar miring dimana air meluncur kebawah.
Saat ini peninggalan Kraton Pleret yang masih tersisa sebagian besar berupa nama-nama desa atau tempat tertentu. Nama-nama peninggalan Kraton Pleret yang sekarang masih bisa dijumpai misalnya : Kedaton (pusat kraton), Keputren (tempat tinggal putri-putri raja di luar kraton), Kauman (tempat tinggal para kaum), Gerjen ( tempat tinggal pera penjahit busana kraton), Demangan (tempat kediaman para Demang).
Segoroyoso (laut buatan guna latihan perang). Sementara yang berupa bangunan bangunan hanya tinggal Sumur Gemuling (sumur untuk kepentingan mencuci benda-benda pusaka kraton). Yang kesemua toponim itu ditampilkan oleh siswa siswa Pelajar Pleret sebagai personifikasi dari Toponim-toponim tersebut.
"Dalam rangka menumbuhkan kesadaran dan kecintaan terhadap peninggalan leluhur, khususnya Mataram Islam Pleret maka kegiatan Gelar Budaya Mataram Pleret ini terus kami kembangkan sebagai media edukasi bagi gerasi muda pada umumnya dan Masyarakat Pleret pada khususnya," papar Atikawati Sutoyo.
Melalui gelaran Gelar Budaya Mataram Pleret diharapkan kesadaran masyarakat dapat terbangun dengan sendirinya untuk bersama sama menjaga situs situs Mataram Islam di Pleret. Tidak hanya membantu pemerintah dalam hal ekskavasi fisik situs tapi lebih dalam pada spirit masyarakat Pleret khususnya dalam meneladani kebesaran Sultan Agung Hanyokrokusumo sebagai tokoh besar bukan hanya Yogyakarta tapi juga Nusantara dengan nilai-nilai Nasionalisme dan Keislamannya.