Penelitian yang dilakukan oleh Widyanayati (1982) diketahui bahwa bentuk keraton pleret tidak persegi panjang melainkan bentuk trapezium pembuatan benteng disesuaikan karena pembuatan keraton disesuaikan dengan topografi wilayah pleret. Hasil analisis foto udara menunjukkan bahwa sudut-sudut benteng pleret masih terlihat jelas di lapangan. Selain itu, terdapat temuan di sudut barat daya yang diindikasikan sebagai salah satu tinggalan benteng pleret berupa temuan bata berukuran Panjang 32 cm, Lebar 20 cm dan Tinggi 7 cm (26), struktur tersebut diindikasikan sebagai benteng sisi barat Keraton Pleret.
Informasi tentang benteng pleret dapat diketahui berdasarkan sumber sejarah yang menceritakan bahwa pada tanggal 16 Oktober 1668, Abraham Verspreet mengunjungi istana Pleret dengan melewati jembatan di atas parit yang mengelilingi istana dan setelah itu barulah ia tiba di alun-alun. Suasana ini menunjukkan bahwa pembangunan Keraton Pleret menyerupai pulau yang dikelilingi oleh air. Pada masa pemerintahan Sultan Agung pembangunan Bendungan Pleret telah dimulai dan berlanjut hingga masa pemerintahan Amangkurat I (Graaf, 1987: 15). Bendungan dan danau berfungsi sebagai sarana hiburan bagi sunan dan perlindungan keraton dari ancaman banjir. Bendungan tersebut kemungkinan besar merupakan sumber air yang dialirkan melalui parit atau kanal ke dalam keraton sekaligus untuk mengendalikan debit airnya. Air dari parit di dalam keraton dibuang melalui Sungai Gajahwong (Lap. Kegiatan Ekskavasi Arkeologi Situs Masjid Kauman dan Situs Kedaton, 2017).
Van Goen juga menggambarkan bahwa Kraton Pleret dilindungi oleh tembok keliling dengan dua pintu gerbang. Pintu tersebut satu terletak di utara dan yang satu terletak di sebelah selatan. Tinggi tembok keliling tersebut tidak kurang dari 18-20 kaki, tebalnya paling sedikit 12 kaki. Bentuk dalem (kraton) disebut tidak benar-benar persegi melainkan belah ketupat. Catatan lain menyebutkan bahwa Dagh-register pada 13 November 1659 menggambarkan tinggi benteng kraton adalah 5 depa dan tebalnya 2 depa kemudian ditambahkan lagi tembok (benteng) yang serupa dengan suatu perisai di atasnya setinggi dada (Laporan Hasil Ekskavasi KWB Pleret, 2019).
Informasin tentang Keraton Pleret juga dijelaskan oleh G.P Rouffaers yang berkunjung tahun 1889 dengan membuat sketsa kraton berdasarkan sisa-sisa runtuhan yang masih dapat dilihat. Sketsa tersebut berjudul Karta and Pleret dengan skala 1:10.000. Ia menulis bahwa tembok keliling kraton yang saat itu telah rata dengan tanah dahulu setinggi 5 sampai 6 meter dan tebalnya 1 1/2m. Tembok tersebut dibuat dengan bahan bata dan disisipi batu alam, dengan batu putih pada bagian atas (Laporan Hasil Ekskavasi KWB Pleret, 2019)..
Louw tahun 1897 dalam Laporan Hasil Ekskavasi KWB Pleret tahun 2019 membuat peta Kraton Pleret yang memuat informasi bahwa jalur tembok keliling (benteng) kelihatan jelas sepanjang 640 m dari sudut barat daya (dalam Adrisijanti, 2000:68; Laporan Hasil Ekskavasi KWB Pleret, 2019). Dari sisa-sisanya, benteng Kraton Pleret dapat digambarkan sebagai berikut.
lokasi